Menu

Jumat, 30 Mei 2025

Menjadi Peribadi yang Terus Bersyukur Meski Tak Sempurna

Menjadi Peribadi yang Terus Bersyukur Meski Tak Sempurna

Di antara bisingnya dunia yang gemar menuntut kesempurnaan, ada satu keindahan yang kerap terlupakan: rasa syukur atas kekurangan. Dalam beningnya jiwa yang lapang, kita belajar bahwa bukan kelebihan yang membuat manusia mulia, tetapi bagaimana ia menerima, memeluk, dan berdamai dengan ketidaksempurnaannya.

Kekurangan: Cermin Kehidupan

Bukankah kita semua memiliki celah? Entah itu pada fisik yang tak sesuai standar dunia, pada kemampuan yang tak secepat orang lain, atau pada luka batin yang pernah menghujam tanpa aba-aba. Kekurangan adalah bagian dari takdir, bukan aib yang harus ditutupi. Ia adalah cermin—menggambarkan siapa kita sebenarnya, dan mengingatkan bahwa hidup bukan tentang sempurna, tapi tentang menerima dan melangkah.

Takdir menciptakan kita beragam, dan di balik setiap kekurangan, tersembunyi pelajaran yang hanya bisa dipetik oleh hati yang jernih. Syukur bukan hanya soal apa yang kita miliki, tapi juga tentang bagaimana kita menatap apa yang tak kita miliki tanpa mengeluh.

Syukur: Cahaya dalam Kekosongan

Syukur bukanlah ucapan lisan semata. Ia adalah getaran hati yang memahami bahwa hidup adalah anugerah, meski tak selalu manis. Ketika kita mulai mensyukuri kekurangan, kita sedang menyalakan cahaya kecil dalam ruang hati yang gelap. Cahaya itu mungkin redup, tapi cukup untuk menunjukkan jalan keluar dari gelisah dan kecewa.

Lihatlah burung-burung yang berkicau di pagi hari, meski mereka tak punya simpanan makanan. Dengarlah desir angin yang menenangkan, meski ia tak pernah terlihat. Mereka semua bersyukur dalam wujud yang sederhana, namun menggetarkan. Maka, mengapa manusia—makhluk yang paling sempurna—terlalu sibuk meratapi yang tak ada?

Bersyukur atas Diri Sendiri

Tak perlu menunggu pujian orang lain untuk merasa cukup. Tak perlu membandingkan langkah dengan mereka yang berlari lebih cepat. Karena setiap jiwa memiliki waktunya sendiri untuk bersinar. Bersyukurlah atas mata yang masih bisa melihat, meski tak secerah milik orang lain. Bersyukurlah atas langkah yang pelan, karena ia tetap membawa kita menuju tujuan.

Jadikan setiap kekurangan sebagai pengingat bahwa kita adalah makhluk yang membutuhkan. Dan dari kebutuhan itulah, Allah hadir memberi dengan cara yang sering tak terduga. “Ya Allah, aku terima apa yang Kau beri, walau tak seperti yang kuharapkan.”

Melangkah dengan Hati yang Ringan

Orang yang bersyukur berjalan lebih ringan, karena ia tak menanggung beban iri. Ia tidak sibuk menoleh ke kiri dan kanan, melainkan fokus pada jalan yang ada di depannya. Ia tahu, bahwa hidup bukan perlombaan menuju sempurna, tapi perjalanan menuju ridha-Nya.

Dalam setiap tangis dan senyum, selalu ada alasan untuk bersyukur. Mungkin tidak hari ini kita memahaminya, tapi kelak kita akan mengerti, bahwa semua kekurangan adalah jembatan menuju keikhlasan. Dan dari keikhlasan, tumbuhlah kekuatan yang tak tergoyahkan.

Penutup: Jadilah Cahaya Bagi Dirimu Sendiri

Wahai jiwa yang kadang rapuh, jangan remehkan kekuranganmu. Peluklah ia dengan hangat, lalu bisikkan pada hatimu: “Aku cukup. Aku berharga. Aku bersyukur.” Tidak ada manusia yang benar-benar sempurna. Namun, mereka yang mampu bersyukur di tengah kekurangan adalah manusia yang telah memenangkan peperangan terbesar: perang melawan rasa tidak cukup dalam diri.

Maka, mulai hari ini, jadilah pribadi yang senantiasa bersyukur. Bukan karena hidup selalu indah, tetapi karena hati yang bersyukur selalu menemukan keindahan—meski dalam keping yang retak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar