Kenapa Kita Harus Bersyukur?
Dalam perjalanan panjang kehidupan, seringkali kita terjebak dalam jerat keinginan yang tak berujung. Kita memandang ke atas tanpa menengok ke bawah, lupa bahwa nikmat Allah senantiasa mengalir, bahkan ketika lidah tak sempat mengucap terima kasih.
Syukur bukan sekadar ucapan, melainkan keadaan hati. Ia adalah pelita dalam gulita, jembatan di tengah duka, dan penenang di kala resah melanda. Saat kita belajar bersyukur, sejatinya kita sedang belajar melihat dunia dengan mata yang lebih jernih dan hati yang lebih lapang.
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu...” – (QS. Ibrahim: 7)
Ayat itu bukan hanya janji, tapi juga pelajaran. Allah tak menuntut kita untuk sempurna, namun Dia mencintai hamba yang tahu caranya berterima kasih. Dalam syukur, ada kekuatan yang tak terlihat—sebuah kekuatan yang mampu membalikkan kesempitan menjadi kelapangan, kesedihan menjadi ketenangan.
Bersyukur membuat kita tidak hanya menghargai yang besar, tetapi juga hal-hal kecil yang sering terlewat: udara segar di pagi hari, detak jantung yang masih berdetak, keluarga yang mendampingi, senyum yang terukir meski hari begitu berat.
Dunia ini tempat ujian. Terkadang Allah mengambil sesuatu untuk menggantinya dengan yang lebih baik, atau untuk mengajari kita bahwa kebahagiaan sejati tidak selalu dalam bentuk yang kita inginkan. Dan di situlah syukur memainkan peran besarnya: menjadi penawar, menjadi penguat, menjadi pelindung dari keluh yang tiada akhir.
Saat kita mengeluh karena tak punya sepatu baru, ingatlah mereka yang tak punya kaki. Saat kita menginginkan rumah megah, ingatlah mereka yang tidur beralaskan langit. Bukan berarti kita tak boleh bercita-cita tinggi, namun jangan biarkan keinginan menenggelamkan kita dari rasa syukur atas apa yang telah Allah titipkan.
Bersyukurlah, bahkan ketika yang kau miliki hanyalah sisa harapan. Karena dari syukur yang tulus, Allah akan bukakan pintu-pintu tak terduga. Hidup menjadi lebih ringan, langkah menjadi lebih tenang, dan hati menjadi lebih damai.
“Betapa damainya hidup ini, saat hati tidak sibuk menuntut lebih, tapi sibuk mensyukuri yang sudah ada.”
Maka mari kita berhenti sejenak. Tarik napas dalam-dalam. Rasakan detaknya. Renungkan limpahan nikmat-Nya yang tak terhitung. Lalu bisikkan dalam hati: *“Ya Allah, terima kasih. Untuk hari ini. Untuk hidup ini. Untuk segalanya.”*
Karena sejatinya, syukur bukan hanya soal menghitung nikmat, tapi juga menyadari bahwa setiap hembusan nafas adalah karunia yang patut dirayakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar